Selasa, 04 Oktober 2016

SEMANGAT KEBANTENAN

NYALA SEMANGAT KEBANTENAN;
kebangsaan kesantrian dan kesatrian

Banten akan terus terpuruk secara ekonomi dan budaya kecuali menyalakan kembali semangat kebantenan yg mati. Semangat kebantenan yg dimaksud dapat terwakili oleh tiga semangat utama, yaitu kebangsaan, kesantrian dan kesatrian.

Pertama, semangat kebangsaan yg dimaksud adalah banten sebagai sebuah subkultur dari bangsa indonesia memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri sehingga menjadikan dirinya dpt dikenali sebagai bangsa banten dengan kekhasan dan keunikan tsb, yg berbeda dari bangsa jawa dan bangsa sunda, yg juga subkultur dari bangsa indonesia.

Keunikan dan kekhasan tersebut dapat ditengarai dari logat bahasa dan karakter yg melekat yg dimiliki 'wong banten'. Walau banten memiliki induk bahasa jawa dan sunda sebagai bahasa sehari hari masarakatnya, namun bahasa jawa yg dituturkan wong banten kemudian memiliki keunikan dan kekhasan yg ketika bahasa ini dituturkan atau ketika wong banten menuturkannya akan langsung dapat dikenali bahwa ini adalah bahasa jawa banten dan atau yg menuturkan itu adalah wong banten. Begitu pula dgn bahasa sunda banten.

Pemahaman akan nilai kebangsaan banten akan sebuah bangsa tersendiri yg mempunyai harkat utk dijunjung tinggi biasanya sulit utk dipaksakan dapat difahami oleh seluruh bangsa banten, begitu pula bangsa lainnya. Pemahaman seperti itu biasanya hanya dapat difahami urgensinya oleh para pemimpin dari bangsa itu lalu pemahaman itu kemudian akan berusaha ditransfer kpd masyarakat luas semampunya tentunya pemahaman masyarakat bangsa ini tidak se-rasikh para pemimpinnya.

Pemimpin bangsa ini umumnya adalah mereka yg memiliki kesejarahan dgn pendiri bangsa itu sendiri, Dlm hal ini banten. Atau dapat dikatakan yg dpt memahami nilai harkat bangsa banten adalah para bangsawan banten yg sekarang ada atau lebih sempit adalah para dzuriyah dari sultan Maulana Hasanuddin.

Tugas bangsawan banten adalah meniupkan ruh kebangsaan ini kpd seluruh lapisan masyarakat banten. Agar nilai dan harkat banten kemudian dapat dijaga bukan hanya oleh para keturunan sultan maulana hasanuddin tapi oleh setiap jiwa yg hidup di atas tanah banten.

Yang kedua adalah semangat kesantrian.

Berbeda dgn kerajaan atau kesultanan islam di jawa lainya, islam berkembang di banten justru berjantung di keraton surosowan. Kemudian 'darah' islam itu dipompa ke seluruh tubuh rakyat banten.

Para sultan dan pangeran banten adalah pemangku politik dan agama sekaligus. Para sultan banten adalah prajurit yg gagah perkasa di medan perang, pada saat yg sama mereka adalah para sufi yg mutanahi. Sehingga ketegasan dan kelembutan ini membingkai pola kepemimpinan yg tidak gampang mengalah, tapi juga tidak terlalu berambisi kekuasaan.

Para pangeran-pangeran ketika masa remaja di jauhkan dari hingar bingar kemewahan istana. Mereka dititipkan kpd para ulama dan mursyid-mursyid toriqoh untuk dibimbing aqal dan jiwanya.

Ilmu syari'at dan hakikat diajarkan kpd para pangeran selain tentunya ilmu kanuragan yg merupakan pelajaran wajib para ksatria. Untuk beberapa tahun para pangeran tidak menerima keistimewaan para bangsawan, ia ditempa dgn suluk seorang murid di hadapan seorang guru.

Tirakat, riyadloh dan mujahadah adalah pekerjaan para pangeran setiap hari.

Hal ini kemudian menjadikan para sultan banten sekaligus sebagai pembimbing rohani rakyat yg memiliki akal budi dan kepekaan tinggi.

Diberitakan bahwa sultan abul mafakhir setiap malam mengajar kitab tasawuf al insanul kamil kpd para pembesar istana. Begitu juga sultan agung tirtayasa menikahkan anaknya dengan seorang santri makkah yg berasal dari makassar.

Sultan abul ma'ali ahmad nyantri di makkah al-mukarromah di dampingi oleh Pangeran Wangsakara atau imam haji wangsareja yg dikenal juga dgn nama raden lenyep. Begitu pula dgn sultan haji yg di dampingi para pangeran, semuanya menuntut ilmu di makkah al mukarromah.

Pada masa sultan agung tirtayasa , selain ke makkah, para pangeran juga dititipkan kpd para ulama-ulama setempat, seperti kpd kiayi peking di kenari yg nama aslinya adalah pangeran soleh arya banten dan kepada syekh ciliwulung cakung.

Setelah kesultanan hancur, para keturunan sultan tidak meninggalkan tradisi mesantren, sehingga kemudian para ulama-ulama di banten yg sekarang ada banyak yg merupakan keturunan dari sultan-sultan banten.

Yg terakhir adalah semangat kesatrian.

Ketika belanda mengancam akan menghancurkan kraton surosowan apabila sultan banten tidak menuruti keinginan belanda, sultan banten memilih kratonnya hancur daripada menuruti keinginan belanda yg dipandang tidak adil.

Itulah jiwa ksatria.

Keputusan sultan itu, walau secara fisik material sgt merugikan banten namun pengaruhnya terhadap kejiwaan masarakat banten sangat dahsyat.

Istana surosowan memang hancur lebur, tapi nilai-nilai tidak menyerah kpd ketidakadilan terus menyala-nyala di dalam jiwa rakyat banten.

mati dalam kehormatan lebih dipilih oleh rakyat banten daripada hidup mewah dalam kehinaan.

Semangat inilah yg kini perlu ditiupkan kpd masyarakat luas. Disaat di mana pemimpin bermental budak telah menguasai negeri tercinta.

Satria tidak akan mengorbankan rakyat untuk kepentingan pribadi. Bahkan pribadi bagi seorang ksatria siap dikorbankan untuk bangsa dan negaranya.

Pemimpin pecundang tidak akan malu menebar janji dalam kampanye walau satupun tidak ada yg direalisasikannya ketika terpilih; walaupun janji-janjinya itu ada rekamanya. Sementara ksatria, baginya setiap kalimat yg pernah keluar dari mulutnya adalah beban yg harus segera diselesaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar